I.
Logoterapi
(Frankl)
Kata “logo” berasal
dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau meaning dan juga “rohani”.
Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris therapy yang artinya
penggunaan teknik-teknik menyembuhkan dan mengurangi suatu penyakit. Jadi, kata
logoterapi artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau
meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup. Istilah tema utama
logoterapi adalah karakteristik eksistensi manusia, dengan makna hidup sebagai
inti teori. Dibawah ini akan di jelaskan lebih detail.
1.
Konsep
Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku / Kepribadian
Pandangan Frankl tentang kesehatan
psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan
kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat manusia harus dapat menemukan makna hidupnya
sendiri dan setelah menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl
setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang
harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl
Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni
a. Kebebasan
berkehendak (Freedom of Will)
Dalam
pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai
kebebasan. Kebebasan yang dimaksud dalam freedom of will seperti:
- Kebebasan yang bertanggung jawab.
-
Kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi –
kondisi tersebut.
- Kebebasan untuk menentukan sendiri apa
yang dianggap penting dalam
hidupnya.
b. Kehendak
Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Konsep
keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama
kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia adalah
pencari kesenangan. Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari
kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari pemenuhan
makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal
makna, menurut Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya mendorong. Karena
sifatnya menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu
menjadi individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat
dengan makna.
c. Makna
Hidup (The Meaning Of Life)
Makna
yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang
maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup.
Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya dan berbeda setiap
hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting secara umum bukan makna
hidup, melainkan makna khusus dari hidup pada suatu saat tertentu. Setiap
individu memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam
kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa
diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk
menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
2.
Unsur-unsur
Terapi
Munculnya
gangguan / kecemasan
Saat individu tidak memiliki keinginan
terhadap sesuatu (apapun), karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk
melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga.
Menurut Frankl (2004) terdapat dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan,
yaitu:
-
Frustasi eksistensial
(exsistential frustration) atau disebut juga kehampaan eksistensial
(exsistetial vacuum)
Menurut Koesworo,1992, exsistential
frustration adalah fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau
kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.
-
Neurosis noogenik
(noogenic neuroses)
Yaitu suatu manifestasi khusus dari
frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis
tertentu yang tampak (Koesworo,1992). Frankl menggunakan istilah ini untuk
membedakan dengan keadaan neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang berakar
pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang
bersumber pada konflik-konflik psikologis.
Tujuan terapi
- Memahami adanya potensi dan sumber daya
rohaniah yang secara universal ada pada setiap
orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
- Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi
itu sering ditekan, terhambat,
dan diabaikan, bahkan terlupakan.
-
Memanfaatkan daya-daya tersebut
untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi
berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas
hidup yang lebih bermakna.
Peran terapi
Terapis memberikan sugesti-sugesti
terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan
sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
3.
Teknik-teknik
Terapi
Dalam logoterapi, klien diajarkan bahwa
setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus
diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong jika sudah
menemukan sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Victor
Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Teknik-teknik yang digunakan antara lain:
- Intensi paradoksikal
Mampu menyelesaikan lingkaran neurotis
yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal
adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
Contohnya:
a.
Seorang pemuda yang selalu gugup ketika bergaul.
b.
Masalah tidur.
Menurut Frankl, kalau menderita insomnia,
seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat tidur, memejamkan mata,
mengosongkan pikiran dan sebagainya. Seharusnya berusaha menjaganya selama
mungkin. Setelah itu baru merasakan adanya kekuatan yang mendorong untuk
melangkah ke kasur.
- De-refleksi.
Frankl percaya sebagian besar persoalan
kejiwaan berawal dari perhatian yang terfokus pada individu. Dengan mengalihkan
perhatian dari individu dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan
itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, mengalami masalah seksual, cobalah
memuaskan pasangan tanpa memperdulikan kepuasan individu atau cobalah tidak
memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan.
II.
Rational
Emotive Therapy ( Ellis )
1.
Konsep
dasar
Rational Emotive Therapy adalah teori
yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang
sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah
makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang
berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Yang dimaksud
dengan konseling Rational Emotive Therapy adalah konseling yang menekankan
interaksi berfikir dan akal sehat (rational thingking), perasaan (emoting), dan
berperilaku (acting). Teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam
terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara
berperasaan dan berperilaku.
Pandangan pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event
(A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang
kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Ini memberikan rincian penting
tentang bagaimana A, B, dan C, serta kognisi, emosi, dan perilaku semua penting
mempengaruhi satu sama lain dan bagaimana mereka menjadi digabungkan menjadi
disfungsional, Asumsi inti menuntut Dasar filsafat yang mengarah pada gangguan
neurotik. Untuk mengubah dan terus berubah asumsi dasar disfungsional, Rational
Emotive Therapy menggunakan sejumlah teknik intelektual, afektif, dan tindakan
yang sering diterapkan secara kuat,
terus-menerus, aktif-direktif. Hal ini lebih kognitif daripada kebanyakan
kognitif-perilaku terapi lain yang mencoba untuk membantu banyak (tidak semua)
klien untuk membuat perubahan filosofis elegan atau mendalam.
1. Antecedent event (A) yaitu segenap
peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang
berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu
keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
2. Belief (B) yaitu keyakinan,
pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational
belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang
tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif. Keyakinan yang
tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah,
tidak masuk akal, emosional, dan kerana itu tidak produktif.
3. Emotional consequence (C) merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang
iB.
4. D (disputing intervention) adalah
yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode
ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan Bernard
melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi
keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat
berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan
yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara
logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri
serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar
untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional.
5. E (effect) adalah falsafah efektif,
yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri
dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu
berhasil maka akan tercipta F atau new feeling .
6. F (new feeling) adalah perangkat
perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh,
melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
2.
Unsur-unsur Terapi
Unsur
pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan emosi bukan dua
proses yang terpisah. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi
adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan
kognitif yang intrinsik.
Pandangan yang penting ,Ellis
(Shertzer & Stone, 1980, 175-176) mengemukakan ada 12 pikiran yang tak
rasional yang dapat menimbulkan perilaku neurosis atau psikologis :
1. Manusia
yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh
orang lain disekitarnya setiap saat.
2. Bahwa
seseorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten,
edekuat agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi
masyarakat.
3. Bahwa banyak orang dalam kehidupan masyarakat
yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu patutlah
disalahkan dihukum setimpal dengan dosanya.
4. Bahwa
kehidupan mausia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka,
bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi
oleh manusia dalam hidupnya.
5. Bahwa ketidaksenangan atau penderitaan
emosional dari seseorang muncul dari tekanan ekternal dan individu hanya
mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaannya atau untuk
menghilangkan perasaan depresi atau yang bertentangan.
6. Bila
ada suatu hal yang berbahaya atau menakutkan, maka individu berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi
depresi atau yang bertentangan.
7. Bahwa
lebih mudah untuk menjauhi kesulitan hidup tertentu dan tanggungjawab diri
daripada usaha untuk mengadapi dan mengahargainya hanya untuk menghargai bentuk
disiplin diri.
8. Bahwa
sisa pengalaman masa lalu semuanya sangat penting karena hal itu berpengaruh
sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan perilaku
individu yang ada sekarang.
9. Bahwa
individu akan lebih baik untuk menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu.
10. Bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup
dengan menyenangkan diri sendiri.
11. Bahwa
individu akan mencapai sesuatu derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk
merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural
untuk mencapainya.
12. Bahwa
individu secara umum mempunyai nilai diri sebagai manusia dan penerimaan diri
untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh
orang lain terhadap individu.
3.
Teknik-teknik Terapi
1. Teknik emotif (afektif)
a. Teknik Assertive Training , yaitu
teknik yang digunakan untuk melatih, medorong dan membiasakan klien untuk terus
menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
b. Teknik Sosiodrama, yang
digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan
negatif) melalui suasana yang didramatisasikan.
c. Teknik self modeling
atau diri sebagai model, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar
berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan
atau perilaku tertentu.
d. Teknik imitasi, yakni
teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus
soal model perilaku tertentu dengan maksud menhadapi dan menghilangkan
perilakunya sendiri yang negatif.
2.
Teknik Behavioristik
a. Teknik reinforcement / penguatan,
yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih
rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun
punishment/ hukuman.
b. Teknik social modeling/ penguatan modeling,
yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru kepada
klien.
c. Teknik live models / model
dari kehidupan nyata, yang digunakan untuk menggambarkan perilaku tertentu.
3.Teknik-teknik
kognitif
a. Home work assigments/ pemberian tugas
rumah , klien diberikan tugas rumah untuk berlatih, membiasakan diri serta
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang
diharapkan.
b.
Teknik Assertive , teknik yang digunakan untuk melatih keberanian klien dalam
mengekspresikan perilaku tertentu yang diharapkan melalui role playing atau
bermain peran.
c. Bibliotherapy, teknik
yang digunakan untuk membalikkan pola pikir irasional dan ketidaklogisan dalam
diri konseli yang menyebabkan permasalahan lewat buku-buku. Konselor memilih
buku-buku bacaan yang sekiranya dapat membantu konseli dalam mengubah pola
pikir irasional menjadi rasional.
III.
Terapi Kelompok ( Group Therapy )
1.
Konsep
Dasar
Terapi
Kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal.
Keuntungan
yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan
(support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan
kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas sehingga terapi
aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik gangguan seperti :
gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi,
klien dengan perilaku kekerasan atau agresif dan amuk serta menarik
diri/isolasi sosial. Selain itu, dapat mengobati klien dalam jumlah banyak,
dapat mendiskusikan masalah-masalah secara kelompok, menggali gaya
berkomunikasi, belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah, dan belajar
peran di dalam kelompok.
Namun, pada terapi ini juga terdapat
kekurangan yaitu : kehidupan pribadi klien tidak terlindungi, klien kesulitan
mengungkapkan masalahnya, terapis harus dalam jumlah banyak. Dengan sharing
pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapkan klien mampu membuka
dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga keterampilan hubungan
sosial dapat ditingkatkan untuk diterapkan sehari-hari.
2.
Unsur-unsur
Terapi
a. Munculnya gangguan
Terapi
kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapi
individu.
b. Tujuan terapi
- Meningkatkan identitas diri
- Menyalurkan emosi dna membagi perasaan
antar sesama didalam kelompok terapis
- Meningkatkan keterampilan hubungan
sosial
- Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c. Peran terapis
Terapis harus memainkan
peranan yang aktif dalam mendorong kelompok mencapai tujuan atau harapannya.
3.
Teknik-teknik
Terapi
Ada beberapa bentuk
khusus terapi kelompok, antara lain :
a. Psikodrama
Psikodrama
merupakan suatu bentuk terapi kelompok, yang dikembangkan oleh J.L. Moreno pada
tahun 1946, dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di
depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya. Tujuan dari
psikodrama ini adalah membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk
mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan drama, peran,
atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini pasien dibantu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan
kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat
dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke
kesadaran, dan membuat energi emosional diungkapkan/katarsis).
Metode
psikodrama yang sangat Penting. Seperti yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh
Moreno, psikodrama menggunakan tempat yang menyerupai panggung. Hal ini
bertujuan supaya pasien memainkan peran di alam khayal, dengan demikian ia merasa
bebas mengungkapkan sikap-sikap yang terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat.
Ketika peran dimainkan, implikasi-implikasi realistic dan tingkah lakunya yang
dramatis menjadi jelas.
Keterampilan
terampis dalam mengenal dan menafsirkan dinamika yang diungkapkan memudahkan
proses terapi. Ada tiga tahap yang penting dalam psikodrama:
1)
Tahap pelaksanaan, dimana subjek memerankan khayalan-khayalannya.
2)
Tahap penggantian, dimana orang-orang yang sebenarnya menggantikan orang-orang
yang dikhayalkan subjek.
3)
Tahap penjernihan, dimana diadakan pengalihan dari kontak individu-individu
pengganti ke kontak dengan individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan
menyesuaikan diri dengan mereka dalam kehidupan yang nyata.
Sebaliknya,
Whittaker memberikan suatu gambaran singkat tentang bagaimana sebaiknya
psikodrama itu dilaksanakan. Dia mengemukakan bahwa psikodrama menggunakan 4
instrument utama, yaitu:
1)
Panggung, yang merupakan ruang kehidupan psikologis dan fisik bagi subjek atau
pasien.
2)
Sutradara atau pekerja.
3)
Staf dari ego-ego penolong (auxiliary ego) atau penolong-penolong teraupetik.
4)
Para penonton.
Ego-ego
penolong maupun para penonton terdiri dari anggota-anggota kelompok lain.
Strateginya adalah memberi kemungkinan kepada subjek untuk memproyeksikan
dirinya kedalam dunianya sendiri dan membangkitkan respon-respon dari
kawan-kawan anggota kelompoknya sendiri. Selanjutnya, Whittaker mengemukakan 4
teknik yang bisa digunakan, yaitu:
1)
Presentasi diri. Pasien mempresentasikan dirinya sendiri atau seorang figur
yang penting dalam kehidupannya.
2)
Memimpin percakapan sendiri. Pasien melangkah keluar dari drama dan berbicara
pada dirinya sendiri dan kepada kelompoknya.
3)
Teknik ganda. Seorangg ego penolong berperan bersama dengan pasien dan melakukan
segala sesuatu yang dilakukan pasien pada waktu yang sama.
4)
Teknik cermin. Seorang ego penolong berperan sejelas mungkin menggantikan
pasien. Dari para penonton, pasien memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya
sendiri sebagaimana orang-orang lain melihatnya.
Sutradara
atau pekerja berfungi baik sebagai produser maupun sebagai terapis. Sebagai
produser, ia memilih dan mengatur adegan-adegan yang juga memimpin tindakan
(perbuatan) psikodramatis. Adegan-adegan dipilih berdasarkan situasi-situasi
yang mengandung muatan emosional bagi pasien atau berdasarkan situasi-situasi
dimana pasien bertingkahlaku tidak tepat atau tidak efektif dalam
situasi-situasi seperti itu. Sebagai terapi, pekerja (sutradara) memberikan
dukungan atau klarifikasi kepada para actor, dan kadang-kadang memberikan
penafsiran (sering dengan bantuan para anggota kelompok lain) tentang adegan
permainan itu.
Belakangan
ini psikodrama dilakukan oleh orang-orang yang mempraktekkan bermacam-macam
teori psikoterapi. Khususnya, para terapis Gestalt menggunakan psikodrama
secara luas. Psikodrama juga digunakan dalam terapi perkawinan, dalam terapi
anak-anak, penyalahgunana-penyalahgunaan obat bius dan alcohol, orang-orang
yang mengalami masalah-masalah emosional, di lingkungan penjara, untuk melatih
para psikiater dirumah sakit, untuk melatih orang-orang yang cacat, di
perusahaan dan industri, dan dalam pendidikan serta dalam mengambil keputusan.
Kegunaan
psikodrama adalah dengan mendramatisir konflik-konflik batinnya, pasien dapat
merasa sedikit lega dan dapat mengembangkan pemahaman (insight) baru yang
memberinya kesanggupan untuk mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata.
b. Role playing
(bermain peran)
Memainkan
peran adalah suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat
sandiwara (drama). Taknik ini banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara
dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok,
misalnya diruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan
industri, dan pertemuan-pertemuan latihan (training).
c.
Encounter
groups
Encounter groups
adalah bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan
humanistik pada tahun 1960-an. Encounter groups bertujuan untuk membantu
mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para anggota
kelompok berhubungan satu sama lainalam suatu situasi diaman di dorong untuk
mengungkapkan perasaan secara terus terang.
Encounter
groups tidak berlaku bagi orang yang mengalami masalah-masalah psikologis
yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi, meningkatkan kesadaran
mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka sendiri serta
cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain.
Encounter groups
berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan yang
intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang baru.
Beberapa kelompok dibentuk sebagai kelompok-kelompok marathon yang mungkin
berlangsung terus-menerus selama 12 jam atau lebih. Karena bertolak dari
pendekatan humanistik, encounter groups, menekankan interaksi-interaksi yang
terjadi ditempat ini dan kini.
Fokus
dari encounter groups adalah mengungkapkan perasaan-perasaan yang asli dan
bukan menafsirkan atau membicarakan masa lampau. Apabila seorang anggota
kelompok dipersepsikan oleh orang lain bersembunyi di belakang kedok atau
topeng sosial, maka orang lain berusaha sedemikian rupa supaya orang tersebut
membuka kedok itu, dan dengan demikian mendorong orang itu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaannya yang sebenarnya.
Teknik
konfrontasi ini dapat merusak bila para anggota kelompok memaksa mengungkapkan
dengan terlalu cepat perasaan-perasaan pribadi orang itu yang belum mampu
ditanganinya atau bila orang itu merasa diserang atau dikambinghitamkan oleh
orang lain dalam kelompok. Para pemimpin kelompok yang bertanggung jawab tetap
berusaha mengendalikan kelompok itu untuk mencegah penyalahgunaan tersebut dan
mempertahankan kelompok itu bergerak kearah yang memudahkan pertumbuhan pribadi
dan kesadaran diri.
IV.Terapi
Perilaku
1.
Konsep
Dasar
Terapi perilaku adalah terapi psikologis
singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkiniberbagai gangguan
ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini didasarkanpada teori
pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical dan operant
conditioning. Terdapat tiga perubahan dalam penerapan terapi perilaku, yaitu :
1. Terapi
perilaku yang fokus pada memodifikasi perilaku-perilaku tampak (overt
behavior), yakni yang didasarkan pada prinsip dan prosedur clasical dan operant
conditioning. Terdapat dua pendekatan yang terkenal yakni :
a. Applied Behavior
Analysis (Skinner)
Pada pendekatan ini asumsi yang
digunakan adalah perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi (behavior is a
function of its consequences). Prosedur yang digunakan berupa pemberian
reinforcement, punishment, extinction dan stimulus control.
b.
Neobehavioristic mediational stimulus response (Mowrer & Miller).
Merupakan
aplikasi dari konsep clasical conditioning. Pada pendekatan ini mulai disadari
bahwa proses mental mempunyai pengaruh terhadap hukum belajar yang kemudian
membentuk suatu perilaku. Model pendekatan Stimulus Respon menggunakan proses
mediasional. Teknik-teknik yang digunakan berupa systematic desensitization dan
flooding.
2. Gerakan
ke dua ialah Social-Cognitive theory yang diprakarsai oleh Bandura (1986). Ada
3 faktor yang terpisah namun saling membentuk sistem interaksi satu sama
lainnya, yang berupa lingkungan (external stimulus event)s, penguatan (external
reinforcement), dan proses kognitif (cognitive mediational processes).
Social-Cognitive Theory beranggapan bahwa ketiga elemen terseut saling
mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, dalam prosedur treatment yang
menjadi fokus adalah individu itu sendiri sebagai agent of change. Aplikasi
dari teori ini adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT).
3. Gerakan
ketiga dalam perkembangan terapi perilaku didasari oleh argumentasi Hayes
(2004) yang mulai menggunakan konsep penerimaan (acceptance) yg merupakan
proses aktif dari self-affirmation, menerima bukan berarti menyerah melainkan
keberanian untuk mengalami/merasakan pikiran perasaan negatif.
a.
Dialectical Behaviora Therapy (DBT)
Terdapat
dua konsep penting dalam penerapan DBT, yakni Acceptance and change dan
Mindfullness.
b. Acceptance and Commitment Therapy (ACT).
Sedangkan
dalam Acceptance and Commitment Therapy mengkombinasikan prinsip-prinsip
behaviorisme Skinner dengan faktor bahasa dan kognitif serta bagaimana ketiga
faktor tersebut berpengaruh dalam psikopatologi. Terdapat empat konsep utama
yakni:
a)
Experiential avoidance. Mengacu pada proses mencoba untuk menghindari
pengalaman pribadi negatif atau menyedihkan,
b)
Acceptance. ACT dirancang untuk membantu klien belajar bahwa menghindari
pengalaman adalah bukan solusi.
c)
Cognitive Defusion. Konsep ini mengacu memisahkan pikiran dari orang lain yang
dan apa yang kita pikirkan.
d)
Commitment. ACT berfokus pada tindakan.
Sumber :
http://monicfebriani.blogspot.co.id/2015/06/terapi-perilaku.html